Menyamar Jadi Wali Murid Miskin, Wali Kota Risma Dicibir Dan Membuat Malu Pihak Sekolah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memberikan kesaksian atas gugatan yang dilayangkan warga Surabaya terkait pengelolaan SMA/SMK oleh pemerintah provinsi Jawa Timur. Kesaksian itu disampaikan Risma di Mahkamah Konstitusi, Rabu (8/6/2016).
Di hadapan Ketua Majelis Hakim, Arief Hidayat, Risma mengungkapkan pada 2008, saat dirinya menjabat sebagai Kepala Badan Perencaan Kota Pemerintah Surabaya, ada seorang bapak menuliskan surat kepada dirinya.Dalam surat itu, bapak tersebut menceritakan persoalan yang dihadapinya, yakni tiga anaknya tidak diperbolehkan ikut ujian lantaran masih menunggak pembayaran biaya ujian dan rekreasi yang diselenggarakan pihak sekolah
“Saya datang ke sekolah, menyamar saat itu,” tutur Risma.Risma melanjutkan, di sekolah itu dirinya langsung dipertemukan dengan seorang guru. Di sekolah itu, Risma medapat penjelasan soal biaya ujian dan rekreasi yang jumlahnya sebesar Rp 900.000 bagi setiap anak.
Pembagiannya yakni Rp 450 ribu untuk kursus, sementara sisanya sebesar Rp 450 ribu untuk rekreasi. Pihak sekolah sempat berkilah adanya penarikan iuran itu dan menyatakan telah menggratiskan seluruh biaya.Risma kemudian mempertanyakan kembali soal biaya kursus tersebut.
Namun, seorang guru malah balik bertanya, “oke bu, ibu siapanya?”
“Saya wali murid,” kata Risma.
Tidak berhenti sampai di situ, Risma kembali bertanya kepada guru itu.
“Bu di sini banyak siswa yang tidak bisa bayar?
Totalnya berapa? Kalau tidak, totalnya hampir Rp 5 juta dengan anak-anak yang lain. Nanti anak-anak yang lain akan saya bayar,” kata Risma.
Namun, ketika biaya tersebut akan dibayarkan, guru tersebut malah mencibir niat Risma itu.“Bisa bayar uang Rp 450.000 dan bisa bayar anak yang lain sekitar hampir Rp 5 juta, tapi untuk bayar uang rekreasi saja Rp 450.000 tidak bisa bayar?” kata Risma menirukan ucapan guru tersebut.
Merasa diremehkan, Risma mengaku sempat kesal. Pasalnya, dia saat itu hanya ingin memperjuangkan nasib anak-anak di sekolah itu.“Saya digitukan. Di situ saya marah, padahal saya jelaskan kondisi anak ini, saya buka (ngaku) kalau saya Kepala Perencanaan Pembangunan, di situ saya menilai ini tidak adil untuk anak miskin,” kata Risma.Warga Surabaya memanfaatkan jalur judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk menggugat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pengalihan Wewenang Penyelenggaraan Pendidikan kepada Pemerintah Provinsi.
Mereka meminta agar MK mengembalikan kewenangan penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah kota/kabupaten. Selain masalah anggaran, fasilitas yang lebih terbatas dari pemerintah provinsi menjadi alasannya.
Sidang kali ini merupakan sidang keenam. Terkait persoalan ini, Risma juga berkirim surat kepada Kemenkumham soal materi UU 23 Tahun 2014 yang dinilai bertentangan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional.