Setelah malam sangat larut, barulah forum itu bubar. Setibanya di rumah, Abu Salim mendapati istrinya yang tengah hamil tua sedang kesakitan.
“Kamu dari mana saja, Bang?”
“Biasa. Bersenang-senang bersama teman-teman,” jawabnya dengan enteng.
“Aku merasakan sakit sekali, kontraksi makin sering, mungkin mau melahirkan malam ini.”
Mendengar kata-kata itu dan melihat istrinya semakin kesakitan, bulir-bulir bening menetes dari mata Abu Salim. Segera ia bawa istrinya ke rumah sakit.
Sudah beberapa jam, bayi mereka belum juga lahir. Abu Salim yang mulai bingung berpamitan sementara kepada perawat sembari menyerahkan nomor teleponnya jika sewaktu-waktu perlu dihubungi.
Tak berapa lama di rumah, telepon Abu Salim berdering. Rumah Sakit mengabarkan bahwa anaknya telah lahir.
“Di mana istri dan anak saya, Suster?”
“Anda diminta untuk bertemu dokter dulu, Pak”
“Tidak, aku harus menemui istri dan melihat anakku dulu”
“Dokter meminta Anda menemuinya dulu, Pak” Abu Salim hampir saja marah. Namun ia kemudian menuruti permintaan itu.
“Anak Anda mengalami cacat berat di kedua matanya. Mungkin ia akan kehilangan penglihatannya,” kata Dokter, bagaikan petir di siang bolong.
“Apa, Dok? Anak saya akan buta?”
“Aku berharap engkau sabar dengan ketentuan Allah”
“Tidak! Anak saya tidak boleh buta!”
“Sabar, Pak. Bersabarlah dengan ketentuan Allah”
Abu Salim tertunduk lesu. Air mata mulai membasahi pipinya. Bayangan orang buta yang ia kerjai muncul dalam benaknya. “Ya Allah… inikah balasannya…” Makin deras, Abu Salim tak mampu membendung derai air matanya.